Marawa melambangkan tiga wilayah adat di minangkabau yang dinamakan Luhak Nan Tigo.
- Warna kuning, melambangkan Luhak Nan Tuo (Luhan yang Tua, yaitu daerah Tanah Datar)
- Warna merah, melambangkan Luhak Nan Tangah (Luhak yang Tengah, daerah Agam)
- Warna hitam, melambangkan Luhak nan Bungsu (Luhak yang Bungsu, yaitu daerah 50 Kota)
Selain itu, ketiga warna tersebut juga melambangkan pola kepemimpinan minangkabau, yaitu yang disebut “Tungku Tigo Sajarangan, Tali Tigo Sapilin“, terdiri dari Niniak Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai.
Tungku tigo sajarangan, maksudnya ketika memasak diperlukan tiga buah batu sebagai tungku untuk mengokohkan tempat kuali atau periuk. Begitu juga dengan kepemimpinan di minangkabau, ketiganya sebagai pilar penyangga masyarakat Minangkabau. Jika salah satunya hilang, maka akan terjadi kesenjangan.
Tali Tigo Sapilin diibaratkan tiga utas tali yang dipilin menjadi satu,sehingga menjadi kuat. Tali Tigo Sapilin adalah tamsil pedoman ketiga kepemimpinan masyarakat, antara lain aturan adat, agama dan undang-undang.
Niniak mamak adalah penghulu adat di dalam kaumnya. Lalu, Alim ulama orang yang memiliki ilmu agama yang akan membibing masyarakat mengenai agama. Sedangkan Cadiak pandai adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan dapat menyelesaikan masalah dengan cerdik serta menguasai undang-undang. Sehingga sebagai tempat bertanya bagi masyarakat dan pendamping bagi Niniak mamak dan Alim ulama.
Begitulah tungku tigo sajarangan sebagai pilar penyangga masyarakat minang yang digambarkan dalam marawa.