Kecintaannya
terhadap budaya Minangkabau memang luar biasa. Wanita cantik keturunan
Ranah Minang ini tidak setengah-setengah dalam mengembangkan budaya
Minang khususnya di Jakarta melalui usaha di dunia perkawinan. Mulai
dari mendekorasi pelaminan Minang, menyiapkan busana pengantin Minang,
hingga mengurus upacara pernikahan Minang, semua ia kerjakan. Tak heran
jika dahulu nama Elly Kasim yang dikenal sebagai penyanyi era tahun
60-an hingga 70-an, kini lebih dikenal sebagai wedding organizer adat Minangkabau.
Namun, memulai sebuah usaha bisnis di dunia wedding bukan hal yang mudah. Menurut Elly, butuh kesabaran, keyakinan, dan keikhlasan dalam mengelola bisnis tersebut. Ibu satu anak ini merasakan pahit getir ketika memulai bisnis yang ia beri label Elly Kasim Collection di kota Jakarta sejak tahun 1974. “Awalnya sih karena sekadar ingin meneruskan bisnis keluarga seperti baju perkawinan adat Minang dan pelaminan Minang yang lumayan banyak dan sayang kalau dibiarkan begitu saja,” tutur Elly. Namun, justru animo masyarakat Minang di Jakarta yang besar membuat ia bertambah mantap menekuni bisnis tersebut.
Beragam kreasi dan inovasi yang ia ciptakan agar busana perkawinan Minang diterima dan banyak digunakan oleh masyarakat Minang yang ingin menggelar upacara perkawinan di Jakarta namun tetap terlihat indah dan elegan. Salah satunya adalah busana pengantin pria. Jika sebelumnya pengantin Minang menggunakan celana roki (celana sepanjang betis), kini hal tersebut ia modifikasi hingga panjang celana mencapai mata kaki. “Biar terlihat bagus dan ternyata banyak yang suka,” imbuh wanita yang pernah dijuluki “Kutilang Minang dengan seribu lagu” antusias.
Inovasi lain adalah busana pengantin muslim Minang. Jika sebelumnya tidak pernah dijumpai pengantin wanita Minang mengenakan jilbab, kini hal itu sudah mulai banyak dijumpai di berbagai pernikahan gaya Minang. “Saya membuat jilbab yang bisa digunakan ketika pengantin wanita ingin mengenakan suntiang gadang. Jadi, mereka yang berjilbab tidak perlu melepas jilbabnya hanya karena ingin mengenakan busana Minang gaya pesisir,” papar pelantun lagu Japuiklah Denai, Kasiah Tak Sampai, dan Bapisah Bukannyo Bacarai.
Kecintaan, keuletan dan kegigihannya dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya Minang melalui busana pengantin dan pelaminan Minang membuahkan hasil. Kreasi dan inovasinya banyak diikuti oleh wedding organizer Minang lainnya. “Alhamdulillah, saya sudah bersyukur jika inovasi yang saya buat bisa diterima oleh masyarakat Minang, tidak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah lain yang ada di Indonesia,” kata Elly lagi.
Puluhan tahun dalam usaha mengurus perkawinan orang-orang Minang di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia, mendorong Elly dan suami, Nazif Basir (mantan wartawan dan salah seorang pendiri harian Singgalang, Padang serta pembuat syair lagu-lagu Minang) menulis buku Tata Cara Perkawinan Adat Istiadat Minangkabau tahun 1997 dan sudah beredar luas. “Saya berharap, anak-anak muda sekarang terutama yang berasal dari Sumatera barat tetap melestarikan budaya Minang dengan menggunakan busana perkawinan adat Minang,” ujar Elly yang sempat prihatin ketika banyak anak muda yang enggan mengenakan busana pengantin Minang karena alasan ribet, berat dan sudah kuno.
sumber: weddingku
Namun, memulai sebuah usaha bisnis di dunia wedding bukan hal yang mudah. Menurut Elly, butuh kesabaran, keyakinan, dan keikhlasan dalam mengelola bisnis tersebut. Ibu satu anak ini merasakan pahit getir ketika memulai bisnis yang ia beri label Elly Kasim Collection di kota Jakarta sejak tahun 1974. “Awalnya sih karena sekadar ingin meneruskan bisnis keluarga seperti baju perkawinan adat Minang dan pelaminan Minang yang lumayan banyak dan sayang kalau dibiarkan begitu saja,” tutur Elly. Namun, justru animo masyarakat Minang di Jakarta yang besar membuat ia bertambah mantap menekuni bisnis tersebut.
Beragam kreasi dan inovasi yang ia ciptakan agar busana perkawinan Minang diterima dan banyak digunakan oleh masyarakat Minang yang ingin menggelar upacara perkawinan di Jakarta namun tetap terlihat indah dan elegan. Salah satunya adalah busana pengantin pria. Jika sebelumnya pengantin Minang menggunakan celana roki (celana sepanjang betis), kini hal tersebut ia modifikasi hingga panjang celana mencapai mata kaki. “Biar terlihat bagus dan ternyata banyak yang suka,” imbuh wanita yang pernah dijuluki “Kutilang Minang dengan seribu lagu” antusias.
Inovasi lain adalah busana pengantin muslim Minang. Jika sebelumnya tidak pernah dijumpai pengantin wanita Minang mengenakan jilbab, kini hal itu sudah mulai banyak dijumpai di berbagai pernikahan gaya Minang. “Saya membuat jilbab yang bisa digunakan ketika pengantin wanita ingin mengenakan suntiang gadang. Jadi, mereka yang berjilbab tidak perlu melepas jilbabnya hanya karena ingin mengenakan busana Minang gaya pesisir,” papar pelantun lagu Japuiklah Denai, Kasiah Tak Sampai, dan Bapisah Bukannyo Bacarai.
Kecintaan, keuletan dan kegigihannya dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya Minang melalui busana pengantin dan pelaminan Minang membuahkan hasil. Kreasi dan inovasinya banyak diikuti oleh wedding organizer Minang lainnya. “Alhamdulillah, saya sudah bersyukur jika inovasi yang saya buat bisa diterima oleh masyarakat Minang, tidak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah lain yang ada di Indonesia,” kata Elly lagi.
Puluhan tahun dalam usaha mengurus perkawinan orang-orang Minang di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia, mendorong Elly dan suami, Nazif Basir (mantan wartawan dan salah seorang pendiri harian Singgalang, Padang serta pembuat syair lagu-lagu Minang) menulis buku Tata Cara Perkawinan Adat Istiadat Minangkabau tahun 1997 dan sudah beredar luas. “Saya berharap, anak-anak muda sekarang terutama yang berasal dari Sumatera barat tetap melestarikan budaya Minang dengan menggunakan busana perkawinan adat Minang,” ujar Elly yang sempat prihatin ketika banyak anak muda yang enggan mengenakan busana pengantin Minang karena alasan ribet, berat dan sudah kuno.
sumber: weddingku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar