Begitu piawainya Marah Rusli merangkai kisah kasih yang tidak kalah
menariknya dari kisah kasih Romeo and Juliet,lama kelamaan novel ini,
seakan berubah ujud menjadi semacam legenda. Tidak sedikit anak anak
muda bertanya tanya ,dimana letaknya kuburan Siti Nurbaya? Mereka
mengira disana benar benar ada kuburan Siti Nurbaya.
Novel ini tidak hanya memaparkan latar sosial yang lebih transparan.
tetapi juga mengandung kritik yang tajam terhadap adat-istiadat dan
tradisi kolot yang pada jaman itu berlangsung di daerah Sumatera Barat.
Adat yang tak lapuak dek hujan dan tak lekang oleh panas. Novel ini
agaknya merupakan karya perdana yang menampilkan masalah perkawinan
dalam hubungan dengan adat.
Pada tahun 1969, novel ini memperoleh hadiah penghargaan dari pemerintah
Indonesia . Setelah itu bermunculanlah berbagai artikel yang membahas
novel ini , baik dalam konteks sejarah kesusastraan Indonesia modern,
maupun dalam konteks persamaan hak .
Mahakarya Marah Rusli ini bahkan pernah di terbitkan dalam edisi bahasa Melayu,pada era tahun 60 an,di Malaysia.
Pemerintah Kota Padang,telah mengabadikan Judul novel ini dengan
membangun sebuah jempatan ,yang menjadi satu satunya penghubung antara
kota Padang dengan Bukit Gado Gado atau dikenal juga dengan bukit
Sentiong ,yang terbelah oleh Sungai Batang Arau yang bermuara di Samudra
Indonesia. Oleh karena itu kita dapat menyaksikan ratusan speed boat
,baik untuk menangkap ikan,maupun yang digunakan untuk mengangkut turis
yang ingin bergabung dengan wisata diving .
Dulu sebelum jembatan ini dibangun, transportasi dari seberang ke
seberang sungai dilakukan dengan perahu kecil,yang di kota
Padang,dikenal dengan nama :”Sampan”. Dengan hadirnya jembatan Siti
Nurbaya ini,merangsang warga untuk membangun rumah rumah di
perbukitakan, Kalau di tahun tahun 70an dulu,yang menghuni perbukitan
ini adalah keluarga yang kurang mampu,kini disana sudah banyak berdiri
bangunan yang cukup megah. Bahkan konon kabarnya,akan dibangun hotel
bintang 5 di lokasi perbukitan ini.
Bila malam tiba,perbukitan ini menjadi terang benderang dengan lampu
warna warni, yang tidak kalah pesonanya dari Hong Kong Noyoru atau Hong
Kong diwaktu malam
Lokasi yang dikisahkan sebagai kuburan Siti Nurbaya ini,terletak di
Gunung Padang,yang sekaligus merupakan pintu gerbang masuknya aliran
sungai Batang Arau ke Samudra Indonesia.
Melalui jembatan Siti Nurbaya ini, turis turis yang ingin melihat dari
dekat lokasi “kuburan” Siti Nurbaya ini ,dapat menempuh perjalanan
dengan sepeda motor atau kendaraan roda empat,hingga di kaki Gunung
Padang, Dari sini harus mengikuti jalan setapak yang tidak terlalu sulit
untuk dilalui.
Pada sore hari,Jembatan Siti Nurbaya ini berubah fungsi menjadi sarana
bersantai ria bagi muda mudi kota Padang. Disepanjang
jembatan,berjejeran orang berjualan makanan dan minuman,yang harganya
cukup merakyat. Untuk satu jagung bakar dengan berbagai citra rasa ,anda
cukup membayar 5000 rupiah.Ada sate Padang dan pisang bakar ,serta
aneka rasa minuman yang dapat anda nikmati disana.
Setiap orang yang berjualan disana sudah sangat piawai dalam menarik
calon pembelinya. Mereka dengan sangat ramah menawarkan,sehingga orang
tertarik untuk membeli. Anda tidak usah kuatir terkecoh disini,karena
walaupun mereka orang kecil,tapi sangat menjunjung kejujuran. Ketika
saya lupa mengambil uang kembalian belanja jagung, si mbak berlari lari
mengejar saya untuk mengembalikan nya. Saya ikut bangga dengan prilaku
orang sekampung saya.yang santun dan jujur…hmm
Pada malam hari, ketika seluruh lampu lampu dinyalakan dan memantulkan
kombinasi berbagai warna ,maka air sungai Batang Arau seketika berubah
menjadi sebuah cermin raksasa,yang membiaskan pesona yang amat indah.
Tidak kalah dari keindahan pantai pantai di Bangkok ataupun di Malaysia.
Nah,bagi anda yang ingin menikmati keindahan ini dari dekat, kunjungilah
kota Padang,melalui Minangkabau International Airport. Anda pasti tidak
akan kecewa…